Menteri Agama Bagikan 5 Ketentuan Penggunaan Pengeras Suara untuk Adzan
MENTERI Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan aturan penggunaan pengeras suara untuk azan atau adzan di tempat ibadah. Aturan penggunaan pengeras suara untuk azan atau adzan itu berlaku untuk masjid, mushola dan langgar. Menurut Lukman Hakim Saifuddin, aturan penggunaan pengeras suara untuk azan ini berlaku sejak beberapa tahun lalu. Lukman Hakim Saifuddin kembali mengingatkan adanya aturan penggunaan pengeras suara untuk azan itu melalui akun twitternya beberapa saat setelah vonis kepada Meiliana.
Meilana dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama. Kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Meiliana bermula dari pernyataan Meiliana yang keberatan dan meminta pengurus Masjid Al-Maksum di Jalan Karya Tanjungbalai Selatan, Tanjung Balai, Sumatera Selatan mengecilkan suara adzan.
Keluhan tersebut pun menyulut kemarahan warga pada tanggal 29 Juli 2016. Sejumlah warga kemudian menyerang dan merusak rumah Meiliana serta Vihara atau Pekong yang ada di Kota Tanjungbalai.
Meiliana pun dilaporkan oleh tetangganya sendiri kepada pihak Kepolisian karena dianggap telah melakukan penistaan agama pada tanggal 2 Desember 2016.
Proses hukum berlangsung, Meiliana akhirnya divonis bersalah oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo dalam sidang vonis pada Selasa (21/8/2018).
Perempuan asal Tanjung Pinang itu pun dijatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara karena terbukti melakukan perbuatan penistaan agama yang diatur dalam Pasal 156A KUHPidana. Kamis (23/8/2018), Menteri Agama Lukman H Saifuddin melalui akun twitternyata menulis status untuk mengingatkan adanya aturan penggunaan pengeras suara di tempat ibadah.
@lukmansaifuddin: Inilah Aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musholla yang masih berlaku hingga saat ini.
Status Lukman Hakim Saifuddin ini kemudian diikuti dengan sebuah foto berisi 5 ketentuan penggunaan pengeras suara.
Disebutkan bahwa pengeras suara luar digunakan untuk adzan sebagai penanda waktu salat.
Penggunaan pengeras suara dalam untuk pembacaan doa dengan syarat tidak meninggikan suara.
Mengutakan suara yang merdu dan fasih (atau tidak fals atau sumbang) serta tidak meninggikan suara.
5 Ketentuan Penggunaan Pengeras Suara di Tempat Ibadah seperti Dibagikan Menteri Agama
1. Waktu Salat Subuh
Sebelum subuh boleh menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum masuk waktu subuh.
Pembacaan Al Quran hanya menggunakan pengeras suara keluar.
Adzan waktu subuh menggunakan pengeras suara keluar.
Salat subuh, kuliah subuh, dan sebagainya menggunakan pengeras suara ke dalam saja.
2. Waktu Salat Ashar, Maghrib, dan Isya
5 Menit sebelum adzan dianjurkan membaca Al Quran.
Adzan dengan pengeras suara keluar dan ke dalam.
Sesudah adzan hanya menggunakan pengeras suara ke dalam.
3. Waktu Salat Dzuhur dan Jumat
5 menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu Jumat, diisi bacaan Al Quran yang ditujukan ke luar, demikian juga adzan.
Salat, doa, pengumuman, khutbah, menggunakan pengeras suara ke dalam.
4. Waktu Takbir Tarhim dan Ramadhan.
Takbir Idul Fitri/Idul Adha dengan pengeras suara keluar.
Tarhim doa dengan pengeras suara ke dalam dan tarhim dzikir tidak menggunakan pengeras suara.
Saat Ramadhan siang dan malam hari, bacaan Al Quran menggunakan pengeras suara ke dalam.
5. Waktu Upaca Hari Besar Islam
Pengajian dan tabligh hanya menggunakan pengeras suara ke dalam kecuali pengunjung/jamaah meluber keluar.
Ketentuan penggunaan pengeras suara di tempat ini, dasar hukumnya adalah Instruksi Dirjen Bimbingan Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushola.
Wapres Jusuf Kalla Bicara Aturan Adzan
Masyarakat menaggapi beragam pandangan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang pemutaran kaset pembacaan ayat suci al-Quran di masjid dan mushalla menjelang tiba waktu shalat.
Menurutnya pria yang akrab disapa JK itu, pemutaran kaset pengajian menjelang waktu shalat melahirkan ‘polusi suara.’ Statemen itu disampaikan JK pada pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Tegal, Jawa Tengah, Senin (8/6/2015)
"Permasalahannya yang ngajicuma kaset dan memang kalau orang ngajidapat pahala, tetapi kalau kaset yang diputar, dapat pahala tidak? Ini menjadi polusi suara," ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu seperti dikutip dari bimasislam.kemenag.go.id.
Pantauan bimasislam, pemutaran kaset rekaman pembacaan ayat suci al-Quran sebelum waktu shalat memang telah menjadi pembahasan sejak lama.
Di Cinere, Depok, Jawa Barat, seorang warga non Muslim yang sudah terlanjur membeli sebidang tanah, meninggalkan begitu saja tanah yang dibelinya saat mengetahui di dekat lokasi terdapat sejumlah mushalla.
“Tanpa bermaksud menyinggung, saya sebetulnya merasa terganggu dengan pemutaran kaset bacaan pengajian saat tidur.” Ujarnya. Pria itu pun meninggalkan tanah tersebut meskipun telah membayar uang muka senilai Rp 50 juta.
Terkait fenomena ini, pada tahun 1978 Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama, telah mengeluarkan Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla.
Dalam surat yang ditandatangani Kafrawi, Dirjen Bimas Islam saat itu, terdapat sejumlah aturan mengenai pengunaan pengeras suara di masjid, langgar, atau mushalla.
Ini Aturan-aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid
1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala
2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya
4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.
5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Instruksi tersebut juga mengatur tata cara pemasangan pengeras suara baik suara saat shalat lima waktu, shalat Jumat, juga saat takbir, tarhim, dan Ramadhan.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Menteri Agama Share 5 Ketentuan Penggunaan Pengeras Suara untuk Adzan: Subuh Beda dengan Ashar, http://wartakota.tribunnews.com/2018/08/24/menteri-agama-share-5-ketentuan-penggunaan-pengeras-suara-untuk-adzan-di-masjid-suara-jangan-fals?page=all.